Uranium di Tambang Timah
Jakarta, Kompas – Dalam jumlah tertentu, uranium sebagai bahan nuklir menjadi hasil ikutan penambangan timah yang selama ini banyak diekspor. Badan Pengawas Tenaga Nuklir mendesak industri supaya tidak mengekspor bahan tambang timah tanpa diolah terlebih dulu.
”Kita sudah terikat perjanjian internasional untuk melaporkan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) seluruh bahan nuklir dan setiap kegiatan yang terkait dengan daur bahan nuklir,” kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman dalam konferensi pers ”Executive Meeting: Dual Use Material”, Kamis (5/5) di Jakarta.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan tahun 2010, ekspor timah Indonesia mencapai 92.486 ton. Kandungan uranium dalam timah diperkirakan 200 part per million (ppm).
As Natio mengatakan, Indonesia meratifikasi perjanjian nonproliferasi (nonproliferation treaty/NPT), perjanjian keselamatan (safeguards), dan perjanjian protokol tambahan terkait nuklir. Tidak hanya menyangkut masalah bahan bakar nuklir, tetapi juga peralatan yang bisa menunjang penyalahgunaan persenjataan nuklir.
”Contohnya, beberapa waktu lalu IAEA meminta Indonesia melaporkan kegunaan ekspor pipa-pipa dari Batam ke Timur Tengah,” kata As Natio.
Ekspor sejumlah pipa itu dikhawatirkan untuk menunjang penyalahgunaan persenjataan di Timur Tengah, termasuk persenjataan nuklir.
Kegiatan ekspor dan impor berbagai peralatan lain yang semestinya dilaporkan ke IAEA, menurut As Natio, meliputi pabrik tabung rotor sentrifugal, sistem berbasis laser, separator isotop elektromagnetik, peralatan ekstraksi atau kolom, ujung pipa pemisah aerodinamika, sistem pembangkit plasma uranium, pabrik tabung zirkonium, pabrik grafit, dan sebagainya.
Beberapa pabrik yang dicontohkan itu merupakan Lampiran I Perjanjian Protokol Tambahan untuk aktivitas ketenaganukliran internasional.
Terorisme
As Natio mengakui, sejauh ini pemerintah belum memiliki kebijakan untuk mewajibkan industri yang semestinya melaporkan kegiatan ekspor dan impor peralatan ataupun material daur bahan nuklir tersebut. Bagi dunia internasional, tuntutan ini makin mendesak untuk pencegahan aksi terorisme menggunakan persenjataan nuklir.
Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir Bapeten Khoirul Huda menyebutkan contoh, tabung zirkonium merupakan salah satu bahan penting pembuatan selongsong reaktor nuklir. Kegiatan ekspor dan impor tabung zirkonium menjadi penting untuk diketahui penggunaannya.
”Kita sudah meratifikasi konvensi internasional menyangkut nuklir sehingga banyak kewajiban harus dikerjakan,” kata Khoirul.
Harus lapor
Deputi Bidang Perizinan dan Inspeksi Bapeten Martua Sinaga menyebutkan, saat ini Indonesia memiliki tiga reaktor skala kecil untuk kepentingan riset. Dengan demikian, Indonesia diwajibkan melaporkan perolehan dan penanganan limbah bahan bakar nuklir dari ketiga reaktor tersebut.
”Langkah yang paling mudah kita tempuh saat ini adalah mengembalikan limbah bahan bakar nuklir dari tiga reaktor itu ke negara asal, yaitu Amerika Serikat,” kata Martua Sinaga.
Berdasarkan Perjanjian Protokol Tambahan, diatur pelaporan dan waktu pelaporan terkait kegiatan distribusi peralatan dan material daur nuklir, di antaranya meliputi uraian skala operasi setiap pabrik seperti yang disebutkan di dalam Lampiran I Perjanjian Protokol Tambahan ini. Adapun kegiatan penambangan dan pengonsentrasian uranium dan torium mencakup lokasi, status operasi, perkiraan kapasitas produksi per tahun, dan sebagainya. (NAW)
0 komentar:
Posting Komentar