PETIR, ANTARA MUSIBAH ATAU BERKAH ?
Posted on Wednesday, December 31st, 2008
Petir adalah salah satau fenomena kelistrikan udara di alam. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa yang panas dan lembab, mengakibatkan terjadinya hari guruh (IKL=isokronic Level) yang sangat tinggi dibanding daerah lainnya (100-200 hari pertahun), bahkan daerah Cibinong sempat tercatat pada Guiness Book of Record 1988, dengan jumlah 322 petir pertahun. Kerapatan petir di Indonesia juga sangat besar yaitu 12/km2/tahun yang berarti setiap luas area 1 km2 berpotensi menerima sambaran petir sebanyak 12 kali setiap tahunnya. Energi yang dihasilkan oleh satu sambaran petir mencapai 55 kwhours.
Seperti kita ketahui Indonesia terletak pada daerah tropis dengan tingkat resiko kerusakan yang cukup tinggi dibandingkan daerah subtropis karena jumlah sambaran petir didaerah tropis jauh lebih banyak dan lebih rapat. Semakin hari semakin besar jumlah kerusakan yang ditimbulkan, karena semakin banyaknya pemakaian komponen elektronik oleh masyarakat luas dan industri.
Sayang, Indonesia belum memiliki kesadaran betapa berbahayanya petir bagi umat manusia. Atau, bisa jadi, Indonesia belum mendata kerugian akibat petir. Yang jelas, mengutip dari Badan Pemadam Kebakaran Austria, kerugian karena sambaran petir tiap tahun cenderung naik. Jika tahun 1981 kerugian akibat sambaran langsung berjumlah 34 dengan nilai kerugian dalam 1.000 OS (setara Rp 9.000,-) sebesar 7.490 dan sambaran tidak langsung berjumlah 16.049 dengan nilai kerugian dalam 1.000 OS sebesar 27.677, maka satu dekade kemudian meningkat menjadi 59 dengan nilai 12.219 (sambaran langsung) dan 25.685 dengan nilai sebesar 75.016.
Sementara di Jerman, statistik kerusakan akibat sambaran petir (28,7%) jauh di atas bencana alam lainnya seperti banjir (7,1%), kebakaran (6,5%), atau badai yang cuma 0,6%.
Induksi lebih berbahaya
Tentu saja petir tidak bisa dianggap musibah, sebab petir merupakan bagian dari sirkuit global.
“Bumi itu mirip kapasitor. Antara ionosfer dan Bumi, jika langit cerah, ada arus listrik yang berasal dari ionosfer (bermuatan positif) ke Bumi yang bermuatan negatif. Arus ini mengalir terus,” kata Zorro.
Anehnya, Bumi tidak terbakar juga. Ternyata ada awan petir, yang menjadi penyeimbang, karena bermuatan positif dan negatif. “Yang positif turun ke Bumi, yang negatif naik ke ionosfer,” tambah Zoro.
Selain itu, petir merupakan suatu proses alam penyebab fiksasi nitrogen yang menghasilkan unsur nitrogen. Nitrogen sangat penting artinya bagi tumbuhnya pohon dan mengisi sekitar 4/5 atmosfer Bumi. Setiap tahunnya petir menyumbang 10 juta ton nitrogen!
Namun, tidak semua awan adalah awan petir. Hanya awan cumolo nimbus yang bisa menghasilkan petir. Petir terjadi karena pelepasan muatan listrik dari satu awan cumolo nimbus ke awan lainnya, atau dari sebuah awan langsung menuju Bumi. Yang terakhir inilah yang akan membawa malapetaka. Bayangkan saja jika muatan yang dibawanya dalam sepersekian detik bisa mencapai sebesar 100 juta volt. Bandingkan dengan kursi listrik untuk mengeksekusi penjahat, yang hanya bermuatan ribuan volt.
Selain mengalirkan arus impulsnya ke tanah (sambaran langsung), petir juga memancarkan energinya berupa gelombang elektromagnetik atau lightning electromagnetic pulse (sambaran tidak langsung). Dengan berkembang pesatnya peralatan elektronika dan mikroelektronika beberapa dekade terakhir ini, sambaran tidak langsung menjadi momok yang menakutkan meski mengenai tempat yang jauh (sampai 2 km). Ketakutan itu karena radiasi, induksi, dan konduksi dari gelombang elektromagnetik tadi.
Kerusakan instalasi komputer di Koln, Jerman, pada tahun 1989 bisa menjadi ilustrasi. Sebuah gedung tersambar petir. Sekitar 100 m dari situ terdapat gedung komputer. Akibat kenaikan tegangan yang disebabkan oleh sambaran petir tersebut, komputer menjadi rusak. Biaya perbaikan perangkat komputer menelan Rp 1 miliar, tetapi kerugian karena tidak bekerjanya komputer mencapai Rp 4 miliar.
Untuk mengatasi hal tersebut, infrastruktur yang membutuhkan tenaga listrik, telekomunikasi, dan proses data (seperti komputer dan sistem informasi) perlu diberi proteksi (lightning protection system, LPS). Selain itu juga semakin perlu sistem pelacak petir (lightning position & tracking system, LPATS)
Mahal, tapi ingat manfaatnya
Tempat-tempat dengan tingkat sambaran tinggi (baik frekuensi maupun intensitasnya) perlu mendapat prioritas pertama dalam penanggulangannya. Demikian pula dengan lokasi yang bernilai bisnis tinggi (industri kimia, pemancar TV, Telkom, atau industri strategis seperti hankam dan pelabuhan udara) memerlukan proteksi seoptimal mungkin. Ingat kasus sambaran petir di kilang minyak Cilacap tahun 1998 yang menimbulkan kebakaran berhari-hari serta menghanguskan sebagian besar peralatannya, sehingga menghentikan proses pengilangan?
Pemakaian penangkal petir tradisional (eksternal) sudah dikenal sejak dulu untuk melindungi bangunan atau instalasi terhadap sambaran petir. Sayangnya, sistem proteksi ini hanya bisa melindungi bangunan dari kebakaran atau kehancuran. Ancaman induksi tegangan lebih atau arus lebih belum terserap sepenuhnya. Padahal, induksi ini tak kalah berbahayanya, terutama terhadap peralatan elektronik yang cukup sensitif dan mahal harganya. Di situlah peran proteksi internal.
Proteksi internal berarti proteksi peralatan elektronik terhadap efek dari arus petir. Utamanya efek medan magnet dan medan listrik pada instalasi metal atau sistem listrik. Berhubung rumah tangga sekarang ini sudah tak bisa lepas dari peralatan elektronik yang sensitif, maka proteksi internal sudah waktunya dipasang.
Zoro pernah menyaksikan demo tentang pentingnya proteksi internal pada rumah tangga. Ada pesawat TV yang tidak dipasangi alat proteksi internal (arestor). Televisi diletakkan di sebuah ruangan dan di depannya ada boneka sebagai penonton. Ketika ada sambaran petir, TV tersebut meledak. Setelah asap akibat ledakan dikeluarkan, wajah boneka tadi penuh dengan pecahan kaca tabung TV. “Bagus sekali demonya,” komentarnya.
Jika ditilik dari harga, “Memang mahal.” Tapi, jika dibandingkan dengan manfaatnya baru terasa murah. Bisa diibaratkan dengan mengambil polis asuransi. Sekadar perkiraan, untuk proteksi internal dengan tujuan melindungi komputer dan telepon dibutuhkan biaya sekitar Rp 2 juta.
Menghemat dengan sistem peringatan dini
Menghemat dengan sistem peringatan dini
Bagi infrastruktur strategis yang rentan terhadap induksi, selain proteksi, masih perlu dibekali dengan sistem peringatan dini. Dengan sistem ini, kerugian bisa diminimalkan. Seorang manajer beberapa pabrik yang berkaitan dengan listrik menyatakan bahwa perusahaannya bisa menghemat sampai setengah juta dolar setiap tahunnya dengan memanfaatkan sistem tersebut (Scientific American edisi Agustus 1997). Dengan informasi yang didapatkannya, ia bisa menghentikan operasi pabriknya sehingga terhindar dari induksi petir, misalnya.
Sebagai negara dengan hari guruh tertinggi di dunia, Indonesia pun sudah melengkapi dengan sistem peringatan dini. Alat canggih dari Amerika seharga sekitar Rp 15 miliar ini dimiliki oleh PT Lapi Elpatsindo (perusahaan milik ITB).
Ketika petir menyambar Bumi, radiasinya menyebar. Receiver yang dipasang di Bumi akan menerima radiasi itu. Ada 16 receiver di seluruh Indonesia, namun baru delapan yang beroperasi. Dari situ, tiga sensor terbaik mengirim data ke pusat (Jakarta). Real time! Daerah yang tersambar petir bisa di-zoom sampai seluas 15 x 15 km.
Data lain yang bisa diperoleh adalah lokasi sambaran petir, waktu terjadinya sambaran, besarnya amplitudo arus petir dan energinya, maupun kecuraman gelombang petir. Hanya saja, menurut Zoro, tidak semua petir direkam.
“Kalau semua ditangkap, storage kita cepat sekali penuh. Di luar negeri, storage penuh dalam jangka tiga bulan. Kita tiga bulan sudah penuh,” ujar Zoro. Hanya petir di atas 7 kA yang ditangkap. Alasannya, petir di bawah 7 kA tidak berbahaya bagi peralatan rumah. Dengan adanya pembatasan itu, storage yang berupa optic disc bisa bertahan selama delapan bulan.
Sistem informasi data petir itu sangat membantu dalam menghitung kemungkinan terjadinya sambaran dan jumlah sambaran petir (stroke probability). Dengan menggunakan sistem komunikasi yang ada serta memanfaatkan satelit Palapa dan GPS, setiap pemakai yang berada di seluruh kawasan Indonesia dapat menggunakan dan memanfaatkan sistem tadi. Dengan bantuan peranti lunak Video Information System (VIS), kita bisa menampilkan daerah seluas 200 km2.
VIS bisa dioperasikan pada hampir semua PC. Menunya lengkap dan user friendly. Kelengkapan ini akan memudahkan pemakai untuk membaca, menganalisis, dan memanfaatkan data petir. Jadi, tak perlu menjadi murid Ki Ageng Selo untuk bisa “menangkap” petir.
Sumber :
- Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
- Majalah Intisari
- Analisa pengaruh induksi sambaran petir tidak langsung – Universitas Kristen Petra Surabaya
Sumber :
- Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia
- Majalah Intisari
- Analisa pengaruh induksi sambaran petir tidak langsung – Universitas Kristen Petra Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar