Iptek Nuklir Indonesia Diapresiasi Internasional
Serpong - Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Hudi Hastowo mengatakan, dunia internasional mengapresiasi kemajuan iptek nuklir Indonesia dan menilai Indonesia layak membantu negara-negara lain dalam mengembangkan iptek nuklirnya.
"Pada 2011 ada tiga pejabat badan energi nuklir internasional (IAEA) yang berkunjung ke Indonesia, untuk melihat-lihat hasil iptek nuklir kita. Ini sebuah pengakuan," kata Hudi, di Puspiptek Serpong, Banten, Senin (5/12).
Mereka adalah Direktur Jenderal (Dirjen) IAEA Yukiya Amano, Deputi Dirjen Badan IAEA bidang kerja sama teknis Kwaku Aning, dan Deputi Dirjen IAEA bidang aplikasi iptek nuklir Daud Mohammad, ditambah lagi Direktur IAEA divisi kerja sama teknis Asia Pasifik Dazhu Yang, Direktur IAEA divisi kesehatan Rethy Chhem dan Direktur IAEA divisi pangan Qu Liang.
Menurut Hudi, mereka menyatakan puas melihat hasil-hasil litbang nuklir Batan, seperti benih padi unggul, kedelai unggul, sorgum, benih jarak unggul yang sangat bagus untuk biofuel, kapas unggul, pengawetan pangan, hingga kedokteran nuklir.
Selain itu, ada sejumlah negara yang telah secara resmi meminta Indonesia memberi bantuan teknis pemanfaatan iptek nuklir antara lain Kementerian Perekonomian Mozambik yang telah menandatangani kerja sama ilmu, pengetahuan, dan teknologi, dengan Kementerian Riset dan Teknologi RI dan juga Kerajaan Yordania.
Yordania, ujarnya, menyampaikan permintaannya melalui surat kepada Kedutaan Besar RI untuk memberi dukungan dalam pembangunan reaktor riset, kedua, bagaimana memanfaatkan batuan fosfatnya dan ketiga, membangun PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). "Namun yang terakhir itu kami tolak karena ilmu kami di PLTN belum terbukti. Mereka berniat membangun PLTN karena selama ini energinya tergantung pada gas dari Mesir," katanya.
Hudi menjelaskan, pasca-ledakan hidrogen di reaktor Fukushima, memang ada sejumlah negara yang bertekad menghentikan program nuklirnya, namun banyak juga negara yang tetap mempertahankannya dan malah terus menambah program nuklirnya dengan alasan kebutuhan yang sangat besar akan energi.
Pasca-Fukushima, Dirjen IAEA juga memprediksi bahwa pada 2050 ada penambahan 90 sampai lebih dari 200 unit PLTN lagi di dunia, dengan demikian kasus Fukushima tidak membuat dunia surut membangun PLTN, ujarnya.
Pasca-Fukushima, Dirjen IAEA juga memprediksi bahwa pada 2050 ada penambahan 90 sampai lebih dari 200 unit PLTN lagi di dunia, dengan demikian kasus Fukushima tidak membuat dunia surut membangun PLTN, ujarnya.
Hudi juga menegaskan, Batan bukanlah lembaga yang akan membangun PLTN di Indonesia dan hanya mempersiapkan Sumber Daya Manusia dan persiapan kajian lainnya menyangkut PLTN jika suatu ketika Indonesia memulai pembangunan PLTN. "Jangan sampai kita tidak siap ketika Indonesia menyadari bahwa sumber energinya sudah menipis sementara kebutuhan energinya melonjak tinggi lalu kemudian tak ada pilihan kecuali juga membangun PLTN. Jangan sampai lalu kita impor SDM," katanya.
Hudi mencontohkan Uni Emirat Arab yang kaya minyak saja menyadari bahwa energinya bakal habis dan sudah siap membangun empat unit PLTN teknologi dari Korea, padahal UEA belum memiliki badan tenaga nuklir maupun badan pengawasnya seperti disyaratkan internasional. "Akhirnya mereka mengimpor SDM untuk mendirikan lembaga-lembaga yang diperlukan, termasuk teman-teman Batan yang selama ini bekerja untuk IAEA. Jadi mereka justru menggelar ground breaking tak lama setelah kasus Fukushima," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar