Menurut data badan survey World Nuclear Association micro nuclear reactor ini lebih murah 15% per megawatt kapasitas dibanding reaktor nuklir skala besar. Bila dideskripsikan PLTN mini dengan daya 25 MW dapat melayani listrik sebanyak 20 ribu rumah. Bayangkan saja nilai ekonomis dari teknologi ini yang hanya dengan reaktor sebesar kulkas dapat menghidupi listrik sebanyak 20 ribu rumah.
Saat kita membayangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), terbayang bangunan besar dengan draught (cerobong asap) yang tinggi menjulang serta komplek bangunan yang luas. Akan tetapi saat ini beberapa perusahaan sedang mengembangkan reaktor nuklir seukuran kulkas rumahan yang bertujuan untuk penyediaan listrik di berbagai kawasan yang terus berkembang dengan skala yang lebih kecil.
Di Amerika Serikat saat ini beberapa perusahaan energi sedang mengajukan permohonan lisensi untuk pengaplikasian reaktor mini pada unit PLTN berskala kecil. Reaktor mikro atau mini tersebut direncanakan untuk memenuhi penyediaan listrik sebuah pabrik atau sebuah daerah dengan luas wilayah tertentu. Saat ini perlombaan untuk mengembangkan teknologi reaktor mini diramaikan oleh perusahaan-perusahaan kecil-menengah di bidang energi seperti perusahaan Hyperion Power Generation dan meninggalkan perusahaan besar seperti Siemens (Jerman), ABB(Swiss), GE (USA) dan Areva (Perancis).
Salah satu pihak yang sedang mengembangkan PLTN mini adalah Hyperion Power Generation. CEO Hyperion, John Deal mengatakan bahwa perusahaannya sedang mengajukan lisensi dalam satu tahun kedapan untuk mengaplikasikan unit PLTN mini di AS. Deal menganalogikan bahwa perusahaannya seperti mengembangkan sebuah Iphone disaat raksasa energi nuklir lain seperti Areva, GE, Siemens membuat Mainframe (super komputer skala besar atau biasa disebut server).
Menurut Hyperion, dengan ukurannya yang kecil, proses pemasangannya relatif cepat dan bisa diangkut dengan angkutan darat dan laut bahkan jika harus ke suatu tempat yang terpencil dan jauh dari pemukiman.
PLTN mini yang sedang dikembangkan oleh Hyperion bisa menjadi alternatif PLTN konvensional yang saat ini membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun untuk membangunnya, berukuran besar dan mahal. Selain itu dengan ukuran dan kapasitas sebesar itu, PLTN konvensional tidak sesuai dengan populasi yang kecil. Sebaliknya modul-modul pembangkit Hyperion bisa digabungkan untuk menghasilkan energi yang lebih besar.
Selain beberapa hal tersebut diatas, modul pembangkit Hyperion juga tidak memiliki komponen-komponen bergerak yang akan menyebabkan berkurangnya umur komponen tersebut. Modul pembangkit Hyperion juga tidak perlu dibuka, seandainya harus dibuka sebagian bahan bakarnya akan segera menjadi dingin, tentunya hal ini berkaitan dengan aspek keselamatan modul tersebut.
Dalam situsnya Hyperion menyatakan “Modul tersebut tidak mungkin mencapai suhu superkritis, kemudian meleleh atau menyebabkan kondisi berbahaya. Alasannya karena pembangkit Hyperion akan ditanam di dalam tanah dan dilengkapi dengan system yang mendeteksi tingkat keamanannya secara detail”. Dengan dikubur di dalam tanah, maka modul pembangkit listrik tidak akan terlihat dan terhindar dari pemakaian secara ilegal.
Menurut data badan survey World Nuclear Association micro nuclear reactor ini lebih murah 15% per megawatt kapasitas dibanding reaktor nuklir skala besar. Bila di deskripsikan PLTN mini dengan daya 25 MW dapat melayani listrik sebanyak 20 ribu rumah. Bayangkan saja nilai ekonomis dari teknologi ini yang hanya dengan reaktor sebesar kulkas dapat menghidupi listrik sebanyak 20 ribu rumah.
Hyperion memperkirakan dengan teknologi yang sedang dikembangkan saat ini, akan menghasilkan listrik murah, tidak lebih dari 10 sen per watt nya. Meski sebuah pembangkit berharga 25 juta USD, tetapi dengan wilayah yang memiliki 10 ribu rumah maka harganya menjadi 2.500 USD untuk setiap rumah, dengan kemampuan diperkirakan hingga 20 ribu rumah maka harga akan turun menjadi setengahnya.
Reaktor Hyperion perlu diisi ulang bahan bakarnya setiap 7 hingga 10 tahun. Setelah 5 tahun memproduksi listrik, modul tersebut hanya menghasilkan limbah berukuran bola softball dan bisa didaur ulang sebagai bahan bakar kembali.
Hyperion sendiri berencana membangun tiga pabrik untuk memacu tercapainya target pembuatan 4.000 modul PLTN mini pada 2013 hingga 2023. Sampai akhir 2008 Hyperion telah menerima lebih dari 100 pesanan modulnya, sebagian besar berasal dari perusahaan minyak dan listrik. Pesanan pertama datang dari TES, perusahaan infrastruktur Republik Ceko. TES memesan 6 modul dan 12 selanjutnya opsional dengan modul pertama akan ditempatkan di Rumania. Dalam lima tahun ke depan pembangkit Hyperion akan diproduksi dalam jumlah besar.
Hyperion Energy Generation tidak sendirian, ada beberapa perusahaan yang saat ini mengembangkan teknologi PLTN mini seperti NuScale Power, Toshiba, Westinghouse dan Babcock&Wilcox Company.
Desain yang dirancang oleh NuScale Power adalah reaktor kecil yang didinginkan oleh air, mirip dengan reaktor kuno yang digunakan pada kapal perang. Reaktor lainnya lebih modern, Toshiba dan Institut Penelitian Industri Tenaga Listrik di Jepang sedang meneliti 'baterai nuklir' yang berpendingin natrium cair. Reaktor ini dikirim dalam keadaan terakit sebagian dan dipasang di bawah tanah mampu menghasilkan 10 MW selama 30 tahun sebelum pengisian ulang bahan bakarnya.
Sementara desain NuScale tidak mengharuskan adanya pompa pendingin reaktor, pompa Toshiba menggunakan teknologi elektromagnetik, tanpa bagian yang bergerak. Keduanya mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan. Di China, para peneliti sedang mengembangkan sebuah reaktor mini dengan pembatasan otomatis. Pada uji coba tahun 2004, mereka mematikan system pendingin dan reaktor itupun men shut-down dirinya sendiri.
Dengan melonjaknya permintaan energi serta ancaman perubahan iklim, PLTN mini bisa sangat membantu. “Tujuannya meningkatkan sumber energi rendah karbon dengan cepat”, kata Richard Lester dari MIT. Syaratnya para pembuat kebijakan bisa diajak kerja sama. Di AS, para pejabat mengatakan beberapa desain mungkin mendapatkan sertifikasi dalam lima tahun ini, sementara desain yang lebih inovatif mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama.
Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun teknologi PLTN mini ini tergolong baru, bukan tidak mungkin Indonesia mengikuti perkembangan teknologi ini bahkan mengaplikasikannya. Hal ini tentu saja tidak mudah, namun dengan krisis energi serta kebutuhan akan energi bersih dalam melawan pemanasan global maka teknologi PLTN mini dapat dijadikan suatu alternatif pilihan.
0 komentar:
Posting Komentar