Hayyyy Guyss...
Jumpa lagi bersama saya Sibuea Mark Quark Gluon Tao..., Kali ini kita akan membahas topik yang tidak kalah menarik dari Postingan-Postingan Sebelumnya Yaitu " Radiasi" . Mendengar atau membaca tulisan itu tentu kita tidak bisa melupakan pelajaran kelas 4 SD yang terus menerus di ulang di SMP, SMA bahkan ke Perguruan tinggi yang berkecimpung di dunia Sains, Tetapi sungguh sangat disayangkan bagi kita dewasa ini masih banyak ja yang menganggap Radiasi itu sesuatu yang menakutkan atau identik dengan Pembunuhan...,padahal menurut saya ada baiknya sebelum kita menghakimi ada baiknya kita terlebih dahulu memahami Objek yang kita perbincangkan...,Hemmm Karena Gara-gara pandangan seperti itu Penulis ingin bercerita sedikit tentang radiasi dan cara penanganannya biar setelah membaca postingan ini tidak salah Pengertian lagi
Jumpa lagi bersama saya Sibuea Mark Quark Gluon Tao..., Kali ini kita akan membahas topik yang tidak kalah menarik dari Postingan-Postingan Sebelumnya Yaitu " Radiasi" . Mendengar atau membaca tulisan itu tentu kita tidak bisa melupakan pelajaran kelas 4 SD yang terus menerus di ulang di SMP, SMA bahkan ke Perguruan tinggi yang berkecimpung di dunia Sains, Tetapi sungguh sangat disayangkan bagi kita dewasa ini masih banyak ja yang menganggap Radiasi itu sesuatu yang menakutkan atau identik dengan Pembunuhan...,padahal menurut saya ada baiknya sebelum kita menghakimi ada baiknya kita terlebih dahulu memahami Objek yang kita perbincangkan...,Hemmm Karena Gara-gara pandangan seperti itu Penulis ingin bercerita sedikit tentang radiasi dan cara penanganannya biar setelah membaca postingan ini tidak salah Pengertian lagi
Okeyyy guysss langsung aja ke pemahaman dasar dulu yaitu Sistem indra manusia tidak dirancang untuk
mampu mendeteksi keberadaan radiasi pengion. Sebagai contoh, mata manusia hanya
peka terhadap radiasi elektromagnetik berupa cahaya tampak dengan rentang
energi antara 1,5 hingga 3 eV. Sementara radiasi elektromagnetik lainnya,
seperti sinar-X yang memiliki rentang energi antara 12 hingga beberapa ratus eV
tidak akan dapat dilihat langsung oleh mata manusia. Oleh karena itu, manusia
memerlukan alat bantu berupa detektor radiasi guna memantau dan mengetahui
keberadan radiasi.
Dalam setiap kegiatan yang memanfaatkan
radiasi pengion harus diusahakan agar dosis radiasi yang diterima oleh pekerja
selalu serendah mungkin sehingga tidak melebihi nilai batas dosis yang telah
ditetapkan. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya paparan radiasi
pengion yang berlebihan adalah dengan melakukan pemantauan rutin dosis
perorangan para pekerja radiasi. Program pemantauan dosis perorangan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari setiap kegiatan pemanfaatan teknologi
nuklir. Dengan program pemantauan dosis pekerja yang dilakukan secara berkala
dan diawasi secara ketat, penerimaan dosis oleh para pekerja radiasi akan tetap
terkontrol dan apabila terjadi penerimaan dosis berlebih dapat diambil tindakan
proteksi secepat mungkin.
Pemantauan dosis
eksterna
Pemantauan radiasi eksterna dilakukan
terhadap pekerja yang mempunyai potensi terpapar radiasi dari sumber eksterna.
Potensi paparan eksterna umumnya dapat terjadi pada para pekerja radiasi yang
menggunakan sumber-sumber radiasi terbungkus beraktivitas tinggi atau pada
pekerja yang bekerja dengan mesin pembangkit radiasi dengan laju dosis yang
besar. Pemantauan radiasi eksterna dimaksudkan agar dosis akumulasi dari
suumber-sumber eksterna yang diterima pekerja selama menjalankan tugas tetap terkontrol.
Pemantauan dosis perorangan dilakukan
dengan menggunakan dosimeter perorangan. Dosimeter perorangan adalah alat
pencatat dosis radiasi yang mampu merekam dosis akumulasi yang diterima oleh
setiap individu yang bekerja dengan radiasi. Ada berbagai jenis dosimeter
perorangan yaitu dosimeter film emulsi, dosimeter zat padat seperti dosimeter
thermoluminesensi (TLD), dan juga dosimeter kamar pengionan gas seperti
dosimeter saku (pocket dosimeter) dan
lain-lain.
Berdasarkan tingkat kepekaannya terhadap
radiasi, dosimeter perorangan dapat dikategorikan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Dosimeter film emulsi misalnya, dapat dibagi menjadi dosimeter
film neutron(untuk memantau dosis neutron) dan dosimeter film gamma(untuk
memantau dosis gamma). Demikian pula TLD, ada yang dirancang untuk pemantauan
radiasi beta, radiasi gamma, neutron maupun campuran berbagai jenis radiasi
seperti beta-gamma, neutron-gamma serta neutron-beta-gamma.
Interpretasi dan evaluasi penerimaan dosis
radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi didasarkan pada hasil rekaman
dosimeter perorangan yang dipakai selama berada di daerah radiasi. Evaluasi
dilakukan secara periodik, bisa dilakukan setiap bulan maupun perkwartal.
Selain dosimeter perorangan, biasanya pada saat melakukan operasi/kegiatan
tertentu para pekerja radiasi juga dilengkapi dengan dosimeter lain yang
memungkinkan interpretasi penerimaan dosis dapat dilakukan secara cepat atau
seketika setelah selesai melakukan pekerjaan dengan radiasi.
Dosimeter film emulsimerupakan jenis
dosimeter perorangan yang pertama kali digunakan. Karena proses kerjanya cukup
sederhana, maka hingga kini dosimeter film ini masih digunakan secara luas.
Dalam kegiatan rutin pemantauan dosis perorangan, dosimeter film yang telah
dipakai oleh para pekerja radiasi, film kalibrasi serta film kontrol yang tidak
menerima paparan radiasi dikembangkan bersama-sama dalam larutan pengembang.
Proses pengembangan film dilakukan di ruang gelap dengan cara membuka bungkus
kertas film. Film yang sudah terbuka selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan
pengembang (developer)
selama kurang lebih lima menit dilanjutkan ke larutan pemantap (fixer) selama kurang lebih 10 menit. Dalam
pemakaian, film emulsi tidak merekam secara langsung dosis radiasi yang
diterimanya. Efek yang tampak pada film adalah timbulnya kehitaman setelah
proses pengembangan dan pemantapan. Tingkat kehitaman film atau lebih sering
dikenal dengan kerapatan optis ini sebanding dengan besar dosis radiasi yang
diterima sebelumnya.
Gamabar : Pena Dosimeter |
Untuk perhitungan dosis yang diterima
pemakai dosimeter, film pemantau yang telah dikembangkan dibaca kerapatan
optisnya pada berbagai posisi filter dengan densitometer (alat pembaca kerapatan optis film). Hasil bacaan kerapatan optis
dapat ditransfer menjadi data dosis radiasi semu menggunakan kurva kalibrasi
yang dibuat dengan sinar gamma.
Metode pengukuran radiasi dengan memanfaatkan
fenomena thermoluminesensi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953. Pada
saat itu belum sepenuhnya diketahui bahwa metode thremoluminesensi dapat
dikembangkan untuk tujuan pemantauan dosis perorangan. Dalam kegiatan rutin
pemantauan dosis pekerja, TLD lebih sering dimanfaatkan untuk pemantauan
radiasi beta, gamma maupun neutron. Umumnya TLD mampu memberikan tanggapan
terhadap sinar-x, sinar gamma, sinar beta, elektron dan proton, dengan
jangkauan dosis radiasi dari 0,1 mGy sampai dengan kira-kira 1.000 Gy.
Berbagai jenis TLD untuk pemantauan dosis
pekerja radiasi (sumber : Chiyoda, Japan)
Dosimeter saku (pocket dosemeter)memiliki ukuran dosimeter yang cukup
kecil sehingga dalam penggunaannya dapat dimasukkan ke dalam saku
pakaian/kemeja maupun jas laboratorium pekerja radiasi. Ada jenis dosimeter
saku yang sering digunakan, yaitu dosimeter saku jenis kapasitor dan
dosimetersaku jenis baca langsung.
Dosimeter saku (sumber : Chiyoda, Japan)
Penggunaan dosimeter saku hanya sebagai
pelengkap dosimeter perorangan lainnya. Dosimeter ini tidak dimaksudkan sebagai
pengganti dosimeter perorangan seperti dosimeter film maupun TLD. Meskipun
memiliki beberapa kelemahan, namun dosimeter ini cukup luas digunakan karena
kemampuannya memberikan bacaan data penerimaan dosis secara langsung.
Pemantauan dosis
interna
Pemantauan dosis interna dilakukan
terhadap pekerja yang menggunakan sumber zat radioaktif terbuka yang berpotensi
untuk masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup signifikan. Pemantauan dosis
interna dimaksudkan untuk mengetahui jumlah dan jenis zat radioaktif yang
mengendap dalam organ tubuh tertentu untuk kemudian diinterpretasikan besar
dosis yang mungkin diterima organ tersebut.
Pemantauan kadar kontaminan radioaktif
baik yang terdapat dalam udara maupun permukaan daerah kerja (lantai serta
fasilitas kerja lainnya) juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah zat
radioaktif yang masuk ke dalam tubuh pekerja. Namun untuk beberapa kondisi
kerja, pemantauan dosis interna terhadap para pekerja radiasi masih tetap
diperlukan. Jenis maupun metode pemantauan dosis interna yang dilakukan
bergantung pada jenis radionuklida yang diperkirakan mengendap di dalam tubuh.
Kegiatan pemantauan dosis interna
bertujuan untuk :
·
Memantau dan mengidentifikasi jenis bahan
radioaktif yang mengendap di dalam tubuh pekerja.
·
Memperkirakan jumlah kontaminan yang
berkaitan dengan batasan yang dapat diterima tubuh.
·
Dalam hal terjadi kontaminasi interna dalam
jumlah yang cukup berarti, dosimetri interna dimaksudkan untuk memperkirakan
dosis radiasi yang diterima tubuh atau organ-organ tertentu di dalam tubuh.
Namun terkadang kegiatan sulit dilakukan jika asal dan waktu berlangsungnya
proses kontaminasi tidak diketahui dengan pasti.
Pemantauan radiasi interna dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain dengan pemeriksaan langsung menggunakan alat
pencacah radiasi seluruh tubuh (whole body counter, WBC),
pemeriksaan/pengambilan sampel biologis dari dalam tubuh seperti urine, faeces dan darah yang dikenal dengan
istilah bio-assay, maupun dengan menggunakan
teknik pencacahan langsung terhadap organ-organ tertentu seperti pencacahan
kelenjar gondok dan paru-paru.
Pencacah radiasi seluruh tubuh
Pengendapan zat radioaktif di dalam tubuh
ada kalanya dapat diukur secara langsung dari luar tubuh menggunakan alat cacah
radiasi seluruh tubuh. Namun pencacahan langsung ini hanya efektif untuk
pemeriksaan zat-zat radioaktif pemancar sinar-x maupun gamma dan juga pemancar
beta murni berenergi tinggi yang mampu menghasilkan spektrum Bremmstrahlung
dalam organ-organ di dalam tubuh. Pengukuran dari luar tubuh dimungkinkan
mengingat daya tembus radiasi tersebut terhadap jaringan lunak tubuh manusia
cukup kuat. Radiasi jenis foton yang dipancarkan zat radioaktif dapat diukur
menggunakan pencacah sintilasi sodium-iodine (NaI) berukuran besar.
Kesulitan yang muncul dalam kegiatan
pencacahan seluruh tubuh dapat dikarenakan ukuran tubuh manusia cukup besar
untuk dicacah dengan detektor radiasi, juga karena radionuklida yang dicacah
tidak terdistribusi secara merata di seluruh tubuh. Secara umum, identifikasi
adanya radionuklida pemancar foton di dalam tubuh dapat dilakukan dengan cara
menampilkan spektrum gamma tersebut melalui sistim penganalisa saluran ganda (multi channel analyzer, MCA). Oleh sebab itu, detektor radiasi untuk
pencacah seluruh tubuh ini harus memiliki resolusi (daya pisah) spektrum-gyang
baik serta efisiensi deteksi yang tinggi terhadap foton. Detektor sintilasi
NaI(Tl) ternyata dapat memenuhi kedua syarat tersebut.
Pemantauan sumber interna dengan alat
cacah seluruh tubuh (sumber : JAERI, Japan)
Pencacahan organ
Pencacahan organ ini dimaksudkan sebagai
tindak lanjut atas hasil yang diperoleh dari pencacahan seluruh tubuh.
Organ-organ yang dapat dicacah contohnya adalah kelenjar gondok dan paru-paru.
Pencacahan kelenjar gondok biasanya dilakukan secara rutin untuk para pekerja
radiasi yang berpotensi kemasukan radioisotop Iodine (I), seperti 131I. Pencacahan dilakukan dengan
menggunakan detektor gamma NaI(Tl) berukuran kecil yang disentuhkan langsung
pada leher, berdekatan dengan lokasi kelenjar gondok. Pencacahan dapat
dilakukan di ruangan yang tidak berperisai radiasi.
Apabila detektor NaI(Tl) dikalibrasi
dengan berbagai macam radioisotop Iodine yang memiliki bentuk geometri yang
sama dengan ukuran kelenjar gondok, maka akan diperoleh efisiensi detektor pada
berbagai energi gamma yang dipancarkan radioisotop I. Dalam proses pengukuran,
detektor NaI(Tl) dihubungkan dengan sistim penganalisa saluran ganda sehingga
pada layar penganalisa akan ditampilkan berbagai puncak spektrum radiasi gamma
dari berbagai macam radioisotop I. Dengan menganalisa tinggi spektrum beserta
letak munculnya spektrum tersebut, maka dapat diidentifikasi aktivitas dan
energi dari spektrum gamma yang bersangkutan, dengan demikian jenis serta
aktivitas radioisotop I yang mengendap di dalam kelenjar gondok dapat
diketahui. Perhitungan dosis interna yang diterima kelenjar gondok dapat
dilakukan dengan cara membandingkan aktivitas yang terukur dengan nilai batas
masukan tahunan (BMT) untuk radioisotop bersangkutan.
Pencacahan paru-paru sering dilakukan
terhadap personil pekerja radiasi yang menangani senyawa uranium kering maupun
berbentuk gas, dimana selama proses tersebut, senyawa uranium berpotensi untuk
masuk ke dalam tubuh para pekerja melalui saluran pernafasan. Dalam proses
pencacahan paru-paru, pekerja yang diperiksa dicacah menggunakan detektor NaI(Tl)
berukuran besar. Detektor kemudian ditempatkan pada posisi pusat tepat di atas
daerah paru-paru.
Pengambilan sampel dari dalam tubuh
Radionuklida pemancar sinar alpha maupun
beta tidak dapat diukur secara langsung dari luar tubuh karena energi dari kedua
jenis radiasi itu akan terserap seluruhnya oleh jaringan atau organ yang
mengikatnya. Radionuklida pemancar sinar alpha maupun beta hanya dapat dipantau
melalui ekskresi, seperti pemantauan melalui faeces untuk jenis radionuklida yang tidak larut, pemantauan melalui urine untuk radionuklida yang dapat larut, pemantauan melalui udara
pernafasan untuk radionuklida berbentuk gas maupun uap dan sebagainya.
Pemeriksaan dengan teknik pengambilan sampel dari dalam tubuh ini dilakukan
dengan cara menganalisa bahan-bahan yang keluar atau diambil dari tubuh,
seperti urine, faeces, udara pernafasan, darah dan
sebagainya. Dengan proses kimia yang sesuai, teknik pengambilan sampel ini
mampu mengidentifikasi berbagai jenis radionuklida yang mengendap di dalam
tubuh pekerja radiasi.
Pengukuran radionuklida yang dikeluarkan
oleh tubuh melalui ekskreta dapat dipakai sebagai indikator biologis tentang
kemungkinan terjadinya kontaminasi interna. Karena metode pengambilan sampelnya
cukup sederhana, maka kegiatan ini sering kali dilakukan secara rutin dalam
kaitannya dengan program pemantauan dosis interna perorangan. Pencacahan urine misalnya, dapat dipakai untuk
mengetahui kadar tritium di dalam tubuh para pekerja di reaktor nuklir, dapat
pula dipakai untuk mengetahui jumlah pengendapan uranium di dalam tubuh pekerja
yang berhubungan dengan uranium, seperti pekerja di penambangan, pengolahan,
pengayaan, pabrikasi uranium dan olah ulang bahan bakar bekas. Pengukuran
uranium dalam urine dilakukan dengan teknikfluorometri. Berbeda dengan tritium yang tersebar merata di dalam tubuh,
kadar uranium di dalam urine sulit untuk dihubungkan dengan kandungan totalnya
di dalam tubuh karena distribusi uranium dalam tubuh sangat bergantung pada
jenis senyawa, kelarutan dan waktu pemasukannya.
Proteksi terhadap
sumber eksternal
Meskipun tingkat ancaman bahaya radiasi
pada suatu fasilitas nuklir sangat rendah, setiap fasilitas nuklir harus selalu
dilengkapi dengan perangkat proteksi radiasi dan keselamatan kerja lainnya
sesuai dengan persyaratan dan peraturan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk
mengupayakan atau menekan hingga sekecil mungkin timbulnya ancaman bahaya
radiasi, kontaminasi serta bahaya konvensional lainnya, baik terhadap pekerja
maupun masyarakat. Bangunan fasilitas nuklir yang di dalamnya menyimpan bahan
radioaktif dirancang sedemikian rupa sehingga bangunan itu mampu mengungkung
bahan-bahan radioaktif yang ada di dalamnya.
Kemampuan mengungkung bahan radioaktif
tersebut didukung oleh desain sipil seperti gedung serba tertutup, sistim
ventilasi yang menerapkan tekanan negatif terhadap tekanan udara luar, serta
pola aliran udara ventilasi yang diatur mengalir dari tempat dengan tingkat
kontaminasi rendah ke tempat dengan tingkat kontaminasi tinggi. Dengan
menggunakan program proteksi radiasi yang disusun dan dikelola secara baik,
maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat
ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang telah ditetapkan
tidak akan terlampaui. Bahaya radiasi dari sumber-sumber eksterna ini dapat
dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi radiasi, yaitu pengaturan waktu, pengaturan
jarak dan penggunaan perisai radiasi.
Pengaturan Waktu
Dosis radiasi yang diterima pekerja
radiasi akan sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di dalam medan
radiasi. Semakin lama seseorang berada di tempat itu, akan semakin besar dosis
radiasi yang diterimanya, demikian pula sebaliknya. Dosis radiasi yang diterima
oleh pekerja selama berada di dalam medan radiasi dapat dirumuskan sebagai
berikut :
D = D* .
t
dengan : D = dosis akumulasi yang diterima
pekerja
D* = laju dosis serap dalam medan radiasi
t = lamanya seseorang berada di dalam
medan radiasi.
Satuan untuk D* dan t harus saling menyesuaikan, jika satuan untuk D* dalam mGy/menit, maka satuan t harus dalam menit, demikian pula
jika D* dalam mGy/detik, maka satuan t
dalam detik dan sebagainya.
Pengaturan Jarak
Faktor jarak berkaitan erat dengan fluks
(f) radiasi. Fluks radiasi pada suatu titik akan berkurang berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak antara titik tersebut dengan sumber radiasi. Fluks radiasi
didefinisikan sebagai jumlah radiasi yang menembus luas permukaan (dalam cm2)
persatuan waktu (s).
Laju dosis radiasi akan sebanding dengan
fluks radiasi, sehingga laju dosis pada suatu titik juga berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak titik tersebut dengan sumber. Oleh sebab itu, laju dosis
di suatu titik berjarak R dari sumber akan memenuhi persamaan berikut :
atau
dengan : D* = laju dosis serap pada suatu
titik
R = jarak antara titik dengan sumber radiasi
Dari persamaan tersebut, jika jarak
dijadikan dua kali lebih besar, maka laju dosis akan berkurang menjadi (1/2)2atau
1/4 kali semula, demikian pula jika jaraknya diubah menjadi 3 dan 4 kali
semula, maka laju dosis radiasinya berkurang menjadi (1/3)2 atau 1/9 dan (1/4)2 atau 1/16
kali semula. Sebaliknya, jika jarak antara titik dengan sumber radiasi
diperpendek menjadi 1/2 kali semula, maka laju dosisnya akan bertambah menjadi
4 kali semula. Demikian pula jika jaraknya diubah menjadi 1/3 dan 1/4 kali
semula, maka laju dosisnya bertambah menjadi 9 dan 16 kali semula.
Penggunaan Perisai Radiasi
Untuk penanganan sumber-sumber radiasi
dengan aktivitas sangat tinggi (ber-orde MBq atau Ci), seringkali pengaturan
waktu dan jarak kerja tidak mampu menekan penerimaan dosis oleh pekerja di
bawah nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, dalam penanganan
sumber-sumber beraktivitas tinggi ini juga diperlukan suatu perisai radiasi.
Sifat dari bahan perisai radiasi ini harus mampu menyerap energi radiasi (untuk
sinar beta dan neutron) atau melemahkan intensitas radiasi (untuk sinar-x dan
gamma). Perisai radiasi gamma secara kualitatif maupun kuantitatif berbeda
dengan perisai untuk sinar beta maupun neutron. Sedang potensi sinar alpha
sebagai sumber radiasi eksterna dapat diabaikan. Mengingat sifat serap bahan
perisai terhadap berbagai jenis dan energi radiasi berbeda-beda, jumlah dan
jenis bahan penahan radiasi yang diperlukan akan bergantung pada jenis dan
energi radiasi dari sumber. Interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan
materi menyebabkan pengurangan intensitas radiasi elektromagnetik seperti
ditunjukkan pada persamaan berikut :
I = I0 e-mx
Laju dosis radiasi elektromagnetik
berbanding lurus dengan intensitas radiasinya, sehingga dalam pembahasan mengenai
perisai radiasi elektromagnetik ini berlaku persamaan baru yang diturunkan dari
persamaan di atas, yaitu :
D* = D*0 e-mx
dengan : D* = laju dosis radiasi elektromagnetik setelah melalui bahan perisai
D*0 = Laju dosis radiasi elektromagnetik sebelum melalui bahan perisai
m = koefisien absobsi linier bahan perisai
terhadap radiasi elektromagnetik
X = tebal perisai
Dimensi untuk madalah L-1, dan
dimensi untuk x adalah L. Karena m.x tidak berdimensi, maka satuan untuk mdan x
harus saling menyesuaikan, misal mdalam cm-1 maka x dalam cm, jika mdalam mm-1 maka x dalam mm dan sebagainya.
Dalam pembahasan perisai untuk radiasi
elektromagnetik ini berlaku juga konsep nilai tebal paro atau half value thickness (HVT) dan tenth
value thickness (TVT). Nilai HVT untuk perisai radiasi
tertentu adalah tebal bahan perisai yang diperlukan untuk mengurangi intensitas
radiasi elektromagnetik menjadi setengah dari intensitas sebelum dilemahkan
oleh perisai atau setengah dari intensitas mula-mula. Nilai HVT suatu bahan
dapat ditentukan melalui penurunan persamaan sebagai berikut :
I = Io e-mx
Jika x = HVT maka I = 1/2 Io,
sehingga persamaan di atas menjadi :
1/2Io = Io e-m.HVT
1/2 = e-m.HVT atau ln 1/2 = -m. HVT
Nilai untuk mdan HVT bergantung pada jenis
bahan penahan radiasi dan energi dari radiasi elektromagnetik yang diserap
bahan tersebut.
Konsep HVT ini sangat berguna untuk
menghitung secara cepat tebal perisai radiasi yang diperlukan untuk mengurangi
intensitas radiasi hingga level tertentu. Misal untuk mengurangi intensitas
radiasi elektromagnetik menjadi 1/2 dari intensitas semula diperlukan perisai
radiasi setebal 1 HVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/4 atau (1/2)2 dari intensitas semula diperlukan perisai
setebal 2 HVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/8 atau (1/2)3dari
intensitas semula diperlukan perisai setebal 3 HVT dan seterusnya.
Seringkali dalam pemanfaatan perisai
radiasi juga digunakan nilai tebal sepersepuluh atau tenth value thickness(TVT), yaitu tebal bahan
perisai yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik
menjadi 1/10 dari intensitas semula. Sebagaimana konsep HVT, konsep TVT ini
juga dimaksudkan untuk menghitung secara cepat tebal perisai radiasi yang diperlukan
untuk mengurangi intensitas radiasi hingga level tertentu. Bedanya degan HVT
adalah bahwa dengan TVT ini intensitas radiasinya berkurang dengan kelipatan
1/10. Misal untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik menjadi 1/10
dari intensitas semula diperlukan perisai radiasi setebal 1 TVT, untuk
mengurangi intensitas menjadi 1/100 atau (1/10)2 dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 2 TVT, untuk
mengurangi intensitas menjadi 1/1000 atau (1/10)3 dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 3 TVT dan
seterusnya.
Sebagaimana nilai HVT, nilai TVT suatu
bahan perisai juga dapat ditentukan melalui penurunan persamaan (5-1) sebagai
berikut :
I = Io e-mx
Jika x = TVT maka I = 1/10 Io,
sehingga persamaan di atas menjadi :
1/10 Io = Io e-m.TVT
1/10 = e-m.TVT atau ln 1/10 = -m. TVT
Berkenaan dengan konsep HVT ini maka
penurunan intensitas radiasi elektromagnetik dapat pula dirumuskan dengan persamaan
sebagai berikut :
I = Io (1/2)n
dengan n = x /HVT. Sedang untuk TVT
perumusannya adalah :
I = Io (1/10)m
dengan m = x /TVT
Pelemahan radiasi elektromagnetik secara
kuantitatif berbeda dengan pelemahan sinar beta. Sinar beta mempunyai jangkauan
tertentu dan energinya dapat diserap seluruhnya oleh medium yang dilaluinya.
Sedang radiasi elektromagnetik hanya dapat dikurangi intensitasnya bila perisai
untuk radiasi ini dipertebal. Kemampuan bahan perisai dalam menyerap radiasi
elektromagnetik ditentukan oleh nilai mbahan tersebut. Semakin tinggi nomor
atom bahan semakin besar nilai m-nya, sehingga semakin baik dipakai sebagai bahan
perisai untuk radiasi elektromagnetik. Bahan yang umum dipakai untuk perisai
radiasi elektromagnetik ini adalah timbal, tembaga, beton dan lain-lain. Demikian postingan tentang Radiasi maaf apabila pengeditan ada yang kurang berkenan... Terima kasih Untuk Kunjungannya ... Salam Kerja Sama ( Sibuea Mark Quark Gluon Tao..
0 komentar:
Posting Komentar