Chat In Sibuea Blog

SENI DAN INSPIRASI


http://reddragondesigns.net/
Hover Effects

HUJAN SALJU

MY FAMILY

Alm.R.SIBUEA (Father)WITH J.br.MARPAUNG (Mother) Anak 1.E.ROHANI T SIBUEA 2.HIRAS P.M.SIBUEA 3.LUNGGUK Y.SIBUEA 4.DESI P.SIBUEA 5.TEDDY P.M.SIBUEA 6.NOVITA S.SIBUEA 7.LEDY C SIBUEA 8.GOMGOM ALEXSANDRO SIBUEA

Kamis, 06 Februari 2014

~ Memproteksi Diri Dari Radiasi~ By : Sibuea Mark Quark Gluon Tao


Hayyyy Guyss...
Jumpa lagi bersama saya Sibuea Mark Quark Gluon Tao..., Kali ini kita akan membahas topik yang tidak kalah menarik dari Postingan-Postingan Sebelumnya Yaitu " Radiasi" . Mendengar atau membaca tulisan itu tentu kita tidak bisa melupakan pelajaran kelas 4 SD yang terus menerus di ulang di SMP, SMA bahkan ke Perguruan tinggi yang berkecimpung di dunia Sains, Tetapi sungguh sangat disayangkan bagi kita dewasa ini masih banyak ja yang menganggap Radiasi itu sesuatu yang menakutkan atau identik dengan Pembunuhan...,padahal menurut saya ada baiknya sebelum kita menghakimi ada  baiknya kita terlebih dahulu memahami Objek yang kita perbincangkan...,Hemmm Karena Gara-gara pandangan seperti itu Penulis ingin bercerita sedikit tentang radiasi dan cara penanganannya biar setelah membaca postingan ini tidak salah Pengertian lagi

....

Okeyyy guysss langsung aja ke pemahaman dasar dulu yaitu Sistem indra manusia tidak dirancang untuk mampu mendeteksi keberadaan radiasi pengion. Sebagai contoh, mata manusia hanya peka terhadap radiasi elektromagnetik berupa cahaya tampak dengan rentang energi antara 1,5 hingga 3 eV. Sementara radiasi elektromagnetik lainnya, seperti sinar-X yang memiliki rentang energi antara 12 hingga beberapa ratus eV tidak akan dapat dilihat langsung oleh mata manusia. Oleh karena itu, manusia memerlukan alat bantu berupa detektor radiasi guna memantau dan mengetahui keberadan radiasi.
Dalam setiap kegiatan yang memanfaatkan radiasi pengion harus diusahakan agar dosis radiasi yang diterima oleh pekerja selalu serendah mungkin sehingga tidak melebihi nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya paparan radiasi pengion yang berlebihan adalah dengan melakukan pemantauan rutin dosis perorangan para pekerja radiasi. Program pemantauan dosis perorangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap kegiatan pemanfaatan teknologi nuklir. Dengan program pemantauan dosis pekerja yang dilakukan secara berkala dan diawasi secara ketat, penerimaan dosis oleh para pekerja radiasi akan tetap terkontrol dan apabila terjadi penerimaan dosis berlebih dapat diambil tindakan proteksi secepat mungkin.
Pemantauan dosis eksterna
Pemantauan radiasi eksterna dilakukan terhadap pekerja yang mempunyai potensi terpapar radiasi dari sumber eksterna. Potensi paparan eksterna umumnya dapat terjadi pada para pekerja radiasi yang menggunakan sumber-sumber radiasi terbungkus beraktivitas tinggi atau pada pekerja yang bekerja dengan mesin pembangkit radiasi dengan laju dosis yang besar. Pemantauan radiasi eksterna dimaksudkan agar dosis akumulasi dari suumber-sumber eksterna yang diterima pekerja selama menjalankan tugas tetap terkontrol.
Pemantauan dosis perorangan dilakukan dengan menggunakan dosimeter perorangan. Dosimeter perorangan adalah alat pencatat dosis radiasi yang mampu merekam dosis akumulasi yang diterima oleh setiap individu yang bekerja dengan radiasi. Ada berbagai jenis dosimeter perorangan yaitu dosimeter film emulsi, dosimeter zat padat seperti dosimeter thermoluminesensi (TLD), dan juga dosimeter kamar pengionan gas seperti dosimeter saku (pocket dosimeter) dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat kepekaannya terhadap radiasi, dosimeter perorangan dapat dikategorikan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dosimeter film emulsi misalnya, dapat dibagi menjadi dosimeter film neutron(untuk memantau dosis neutron) dan dosimeter film gamma(untuk memantau dosis gamma). Demikian pula TLD, ada yang dirancang untuk pemantauan radiasi beta, radiasi gamma, neutron maupun campuran berbagai jenis radiasi seperti beta-gamma, neutron-gamma serta neutron-beta-gamma.
Interpretasi dan evaluasi penerimaan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi didasarkan pada hasil rekaman dosimeter perorangan yang dipakai selama berada di daerah radiasi. Evaluasi dilakukan secara periodik, bisa dilakukan setiap bulan maupun perkwartal. Selain dosimeter perorangan, biasanya pada saat melakukan operasi/kegiatan tertentu para pekerja radiasi juga dilengkapi dengan dosimeter lain yang memungkinkan interpretasi penerimaan dosis dapat dilakukan secara cepat atau seketika setelah selesai melakukan pekerjaan dengan radiasi.
Dosimeter film emulsimerupakan jenis dosimeter perorangan yang pertama kali digunakan. Karena proses kerjanya cukup sederhana, maka hingga kini dosimeter film ini masih digunakan secara luas. Dalam kegiatan rutin pemantauan dosis perorangan, dosimeter film yang telah dipakai oleh para pekerja radiasi, film kalibrasi serta film kontrol yang tidak menerima paparan radiasi dikembangkan bersama-sama dalam larutan pengembang. Proses pengembangan film dilakukan di ruang gelap dengan cara membuka bungkus kertas film. Film yang sudah terbuka selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan pengembang (developer) selama kurang lebih lima menit dilanjutkan ke larutan pemantap (fixer) selama kurang lebih 10 menit. Dalam pemakaian, film emulsi tidak merekam secara langsung dosis radiasi yang diterimanya. Efek yang tampak pada film adalah timbulnya kehitaman setelah proses pengembangan dan pemantapan. Tingkat kehitaman film atau lebih sering dikenal dengan kerapatan optis ini sebanding dengan besar dosis radiasi yang diterima sebelumnya.
Gamabar : Pena Dosimeter
Untuk perhitungan dosis yang diterima pemakai dosimeter, film pemantau yang telah dikembangkan dibaca kerapatan optisnya pada berbagai posisi filter dengan densitometer (alat pembaca kerapatan optis film). Hasil bacaan kerapatan optis dapat ditransfer menjadi data dosis radiasi semu menggunakan kurva kalibrasi yang dibuat dengan sinar gamma.
Gambar : Standford Dosimetry

TLD atau thermoluminescence. Dosemeter memiliki keuntungan antara lain mudah digunakan, evaluasi dosis dapat dilakukan lebih cepat dari pada dosimeter lainnya, mampu memantau radiasi dengan rentang dosis dari rendah hingga tinggi, dapat dipakai ulang dan tidak peka terhadap faktor-faktor lingkungan. Namun demikian, TLD juga mempunyai kelemahan, karena data dosis langsung hilang setelah proses pembacaan, sehingga tidak bisa dilakukan pembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan.
Metode pengukuran radiasi dengan memanfaatkan fenomena thermoluminesensi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953. Pada saat itu belum sepenuhnya diketahui bahwa metode thremoluminesensi dapat dikembangkan untuk tujuan pemantauan dosis perorangan. Dalam kegiatan rutin pemantauan dosis pekerja, TLD lebih sering dimanfaatkan untuk pemantauan radiasi beta, gamma maupun neutron. Umumnya TLD mampu memberikan tanggapan terhadap sinar-x, sinar gamma, sinar beta, elektron dan proton, dengan jangkauan dosis radiasi dari 0,1 mGy sampai dengan kira-kira 1.000 Gy.
Berbagai jenis TLD untuk pemantauan dosis pekerja radiasi (sumber : Chiyoda, Japan)
Dosimeter saku (pocket dosemeter)memiliki ukuran dosimeter yang cukup kecil sehingga dalam penggunaannya dapat dimasukkan ke dalam saku pakaian/kemeja maupun jas laboratorium pekerja radiasi. Ada jenis dosimeter saku yang sering digunakan, yaitu dosimeter saku jenis kapasitor dan dosimetersaku jenis baca langsung.
Dosimeter saku (sumber : Chiyoda, Japan)
Penggunaan dosimeter saku hanya sebagai pelengkap dosimeter perorangan lainnya. Dosimeter ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti dosimeter perorangan seperti dosimeter film maupun TLD. Meskipun memiliki beberapa kelemahan, namun dosimeter ini cukup luas digunakan karena kemampuannya memberikan bacaan data penerimaan dosis secara langsung.
Pemantauan dosis interna
Pemantauan dosis interna dilakukan terhadap pekerja yang menggunakan sumber zat radioaktif terbuka yang berpotensi untuk masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang cukup signifikan. Pemantauan dosis interna dimaksudkan untuk mengetahui jumlah dan jenis zat radioaktif yang mengendap dalam organ tubuh tertentu untuk kemudian diinterpretasikan besar dosis yang mungkin diterima organ tersebut.
Pemantauan kadar kontaminan radioaktif baik yang terdapat dalam udara maupun permukaan daerah kerja (lantai serta fasilitas kerja lainnya) juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah zat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh pekerja. Namun untuk beberapa kondisi kerja, pemantauan dosis interna terhadap para pekerja radiasi masih tetap diperlukan. Jenis maupun metode pemantauan dosis interna yang dilakukan bergantung pada jenis radionuklida yang diperkirakan mengendap di dalam tubuh.
Kegiatan pemantauan dosis interna bertujuan untuk :
·         Memantau dan mengidentifikasi jenis bahan radioaktif yang mengendap di dalam tubuh pekerja.
·         Memperkirakan jumlah kontaminan yang berkaitan dengan batasan yang dapat diterima tubuh.
·         Dalam hal terjadi kontaminasi interna dalam jumlah yang cukup berarti, dosimetri interna dimaksudkan untuk memperkirakan dosis radiasi yang diterima tubuh atau organ-organ tertentu di dalam tubuh. Namun terkadang kegiatan sulit dilakukan jika asal dan waktu berlangsungnya proses kontaminasi tidak diketahui dengan pasti.
Pemantauan radiasi interna dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan pemeriksaan langsung menggunakan alat pencacah radiasi seluruh tubuh (whole body counter, WBC), pemeriksaan/pengambilan sampel biologis dari dalam tubuh seperti urine, faeces dan darah yang dikenal dengan istilah bio-assay, maupun dengan menggunakan teknik pencacahan langsung terhadap organ-organ tertentu seperti pencacahan kelenjar gondok dan paru-paru.
Pencacah radiasi seluruh tubuh
Pengendapan zat radioaktif di dalam tubuh ada kalanya dapat diukur secara langsung dari luar tubuh menggunakan alat cacah radiasi seluruh tubuh. Namun pencacahan langsung ini hanya efektif untuk pemeriksaan zat-zat radioaktif pemancar sinar-x maupun gamma dan juga pemancar beta murni berenergi tinggi yang mampu menghasilkan spektrum Bremmstrahlung dalam organ-organ di dalam tubuh. Pengukuran dari luar tubuh dimungkinkan mengingat daya tembus radiasi tersebut terhadap jaringan lunak tubuh manusia cukup kuat. Radiasi jenis foton yang dipancarkan zat radioaktif dapat diukur menggunakan pencacah sintilasi sodium-iodine (NaI) berukuran besar.
Kesulitan yang muncul dalam kegiatan pencacahan seluruh tubuh dapat dikarenakan ukuran tubuh manusia cukup besar untuk dicacah dengan detektor radiasi, juga karena radionuklida yang dicacah tidak terdistribusi secara merata di seluruh tubuh. Secara umum, identifikasi adanya radionuklida pemancar foton di dalam tubuh dapat dilakukan dengan cara menampilkan spektrum gamma tersebut melalui sistim penganalisa saluran ganda (multi channel analyzer, MCA). Oleh sebab itu, detektor radiasi untuk pencacah seluruh tubuh ini harus memiliki resolusi (daya pisah) spektrum-gyang baik serta efisiensi deteksi yang tinggi terhadap foton. Detektor sintilasi NaI(Tl) ternyata dapat memenuhi kedua syarat tersebut.
Pemantauan sumber interna dengan alat cacah seluruh tubuh (sumber : JAERI, Japan)
Pencacahan organ
Pencacahan organ ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut atas hasil yang diperoleh dari pencacahan seluruh tubuh. Organ-organ yang dapat dicacah contohnya adalah kelenjar gondok dan paru-paru. Pencacahan kelenjar gondok biasanya dilakukan secara rutin untuk para pekerja radiasi yang berpotensi kemasukan radioisotop Iodine (I), seperti 131I. Pencacahan dilakukan dengan menggunakan detektor gamma NaI(Tl) berukuran kecil yang disentuhkan langsung pada leher, berdekatan dengan lokasi kelenjar gondok. Pencacahan dapat dilakukan di ruangan yang tidak berperisai radiasi.
Apabila detektor NaI(Tl) dikalibrasi dengan berbagai macam radioisotop Iodine yang memiliki bentuk geometri yang sama dengan ukuran kelenjar gondok, maka akan diperoleh efisiensi detektor pada berbagai energi gamma yang dipancarkan radioisotop I. Dalam proses pengukuran, detektor NaI(Tl) dihubungkan dengan sistim penganalisa saluran ganda sehingga pada layar penganalisa akan ditampilkan berbagai puncak spektrum radiasi gamma dari berbagai macam radioisotop I. Dengan menganalisa tinggi spektrum beserta letak munculnya spektrum tersebut, maka dapat diidentifikasi aktivitas dan energi dari spektrum gamma yang bersangkutan, dengan demikian jenis serta aktivitas radioisotop I yang mengendap di dalam kelenjar gondok dapat diketahui. Perhitungan dosis interna yang diterima kelenjar gondok dapat dilakukan dengan cara membandingkan aktivitas yang terukur dengan nilai batas masukan tahunan (BMT) untuk radioisotop bersangkutan.
Pencacahan paru-paru sering dilakukan terhadap personil pekerja radiasi yang menangani senyawa uranium kering maupun berbentuk gas, dimana selama proses tersebut, senyawa uranium berpotensi untuk masuk ke dalam tubuh para pekerja melalui saluran pernafasan. Dalam proses pencacahan paru-paru, pekerja yang diperiksa dicacah menggunakan detektor NaI(Tl) berukuran besar. Detektor kemudian ditempatkan pada posisi pusat tepat di atas daerah paru-paru.
Pengambilan sampel dari dalam tubuh
Radionuklida pemancar sinar alpha maupun beta tidak dapat diukur secara langsung dari luar tubuh karena energi dari kedua jenis radiasi itu akan terserap seluruhnya oleh jaringan atau organ yang mengikatnya. Radionuklida pemancar sinar alpha maupun beta hanya dapat dipantau melalui ekskresi, seperti pemantauan melalui faeces untuk jenis radionuklida yang tidak larut, pemantauan melalui urine untuk radionuklida yang dapat larut, pemantauan melalui udara pernafasan untuk radionuklida berbentuk gas maupun uap dan sebagainya. Pemeriksaan dengan teknik pengambilan sampel dari dalam tubuh ini dilakukan dengan cara menganalisa bahan-bahan yang keluar atau diambil dari tubuh, seperti urine, faeces, udara pernafasan, darah dan sebagainya. Dengan proses kimia yang sesuai, teknik pengambilan sampel ini mampu mengidentifikasi berbagai jenis radionuklida yang mengendap di dalam tubuh pekerja radiasi.
Pengukuran radionuklida yang dikeluarkan oleh tubuh melalui ekskreta dapat dipakai sebagai indikator biologis tentang kemungkinan terjadinya kontaminasi interna. Karena metode pengambilan sampelnya cukup sederhana, maka kegiatan ini sering kali dilakukan secara rutin dalam kaitannya dengan program pemantauan dosis interna perorangan. Pencacahan urine misalnya, dapat dipakai untuk mengetahui kadar tritium di dalam tubuh para pekerja di reaktor nuklir, dapat pula dipakai untuk mengetahui jumlah pengendapan uranium di dalam tubuh pekerja yang berhubungan dengan uranium, seperti pekerja di penambangan, pengolahan, pengayaan, pabrikasi uranium dan olah ulang bahan bakar bekas. Pengukuran uranium dalam urine dilakukan dengan teknikfluorometri. Berbeda dengan tritium yang tersebar merata di dalam tubuh, kadar uranium di dalam urine sulit untuk dihubungkan dengan kandungan totalnya di dalam tubuh karena distribusi uranium dalam tubuh sangat bergantung pada jenis senyawa, kelarutan dan waktu pemasukannya.
Proteksi terhadap sumber eksternal
Meskipun tingkat ancaman bahaya radiasi pada suatu fasilitas nuklir sangat rendah, setiap fasilitas nuklir harus selalu dilengkapi dengan perangkat proteksi radiasi dan keselamatan kerja lainnya sesuai dengan persyaratan dan peraturan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk mengupayakan atau menekan hingga sekecil mungkin timbulnya ancaman bahaya radiasi, kontaminasi serta bahaya konvensional lainnya, baik terhadap pekerja maupun masyarakat. Bangunan fasilitas nuklir yang di dalamnya menyimpan bahan radioaktif dirancang sedemikian rupa sehingga bangunan itu mampu mengungkung bahan-bahan radioaktif yang ada di dalamnya.
Kemampuan mengungkung bahan radioaktif tersebut didukung oleh desain sipil seperti gedung serba tertutup, sistim ventilasi yang menerapkan tekanan negatif terhadap tekanan udara luar, serta pola aliran udara ventilasi yang diatur mengalir dari tempat dengan tingkat kontaminasi rendah ke tempat dengan tingkat kontaminasi tinggi. Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun dan dikelola secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang telah ditetapkan tidak akan terlampaui. Bahaya radiasi dari sumber-sumber eksterna ini dapat dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip dasar proteksi radiasi, yaitu pengaturan waktu, pengaturan jarak dan penggunaan perisai radiasi.
Pengaturan Waktu
Dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi akan sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di dalam medan radiasi. Semakin lama seseorang berada di tempat itu, akan semakin besar dosis radiasi yang diterimanya, demikian pula sebaliknya. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja selama berada di dalam medan radiasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
D = D* . t
dengan : D = dosis akumulasi yang diterima pekerja
D* = laju dosis serap dalam medan radiasi
t = lamanya seseorang berada di dalam medan radiasi.
Satuan untuk D* dan t harus saling menyesuaikan, jika satuan untuk D* dalam mGy/menit, maka satuan t harus dalam menit, demikian pula jika D* dalam mGy/detik, maka satuan t dalam detik dan sebagainya.
Pengaturan Jarak
Faktor jarak berkaitan erat dengan fluks (f) radiasi. Fluks radiasi pada suatu titik akan berkurang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik tersebut dengan sumber radiasi. Fluks radiasi didefinisikan sebagai jumlah radiasi yang menembus luas permukaan (dalam cm2) persatuan waktu (s).
Laju dosis radiasi akan sebanding dengan fluks radiasi, sehingga laju dosis pada suatu titik juga berbanding terbalik dengan kuadrat jarak titik tersebut dengan sumber. Oleh sebab itu, laju dosis di suatu titik berjarak R dari sumber akan memenuhi persamaan berikut :
atau
dengan : D* = laju dosis serap pada suatu titik
R = jarak antara titik dengan sumber radiasi
Dari persamaan tersebut, jika jarak dijadikan dua kali lebih besar, maka laju dosis akan berkurang menjadi (1/2)2atau 1/4 kali semula, demikian pula jika jaraknya diubah menjadi 3 dan 4 kali semula, maka laju dosis radiasinya berkurang menjadi (1/3)2 atau 1/9 dan (1/4)2 atau 1/16 kali semula. Sebaliknya, jika jarak antara titik dengan sumber radiasi diperpendek menjadi 1/2 kali semula, maka laju dosisnya akan bertambah menjadi 4 kali semula. Demikian pula jika jaraknya diubah menjadi 1/3 dan 1/4 kali semula, maka laju dosisnya bertambah menjadi 9 dan 16 kali semula.
Penggunaan Perisai Radiasi
Untuk penanganan sumber-sumber radiasi dengan aktivitas sangat tinggi (ber-orde MBq atau Ci), seringkali pengaturan waktu dan jarak kerja tidak mampu menekan penerimaan dosis oleh pekerja di bawah nilai batas dosis yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, dalam penanganan sumber-sumber beraktivitas tinggi ini juga diperlukan suatu perisai radiasi. Sifat dari bahan perisai radiasi ini harus mampu menyerap energi radiasi (untuk sinar beta dan neutron) atau melemahkan intensitas radiasi (untuk sinar-x dan gamma). Perisai radiasi gamma secara kualitatif maupun kuantitatif berbeda dengan perisai untuk sinar beta maupun neutron. Sedang potensi sinar alpha sebagai sumber radiasi eksterna dapat diabaikan. Mengingat sifat serap bahan perisai terhadap berbagai jenis dan energi radiasi berbeda-beda, jumlah dan jenis bahan penahan radiasi yang diperlukan akan bergantung pada jenis dan energi radiasi dari sumber. Interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi menyebabkan pengurangan intensitas radiasi elektromagnetik seperti ditunjukkan pada persamaan berikut :
I = I0 e-mx
Laju dosis radiasi elektromagnetik berbanding lurus dengan intensitas radiasinya, sehingga dalam pembahasan mengenai perisai radiasi elektromagnetik ini berlaku persamaan baru yang diturunkan dari persamaan di atas, yaitu :
D* = D*0 e-mx
dengan : D* = laju dosis radiasi elektromagnetik setelah melalui bahan perisai
D*0 = Laju dosis radiasi elektromagnetik sebelum melalui bahan perisai
m = koefisien absobsi linier bahan perisai terhadap radiasi elektromagnetik
X = tebal perisai
Dimensi untuk madalah L-1, dan dimensi untuk x adalah L. Karena m.x tidak berdimensi, maka satuan untuk mdan x harus saling menyesuaikan, misal mdalam cm-1 maka x dalam cm, jika mdalam mm-1 maka x dalam mm dan sebagainya.
Dalam pembahasan perisai untuk radiasi elektromagnetik ini berlaku juga konsep nilai tebal paro atau half value thickness (HVT) dan tenth value thickness (TVT). Nilai HVT untuk perisai radiasi tertentu adalah tebal bahan perisai yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik menjadi setengah dari intensitas sebelum dilemahkan oleh perisai atau setengah dari intensitas mula-mula. Nilai HVT suatu bahan dapat ditentukan melalui penurunan persamaan sebagai berikut :
I = Io e-mx
Jika x = HVT maka I = 1/2 Io, sehingga persamaan di atas menjadi :
1/2Io = Io e-m.HVT
1/2 = e-m.HVT atau ln 1/2 = -m. HVT
Nilai untuk mdan HVT bergantung pada jenis bahan penahan radiasi dan energi dari radiasi elektromagnetik yang diserap bahan tersebut.
Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal perisai radiasi yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi hingga level tertentu. Misal untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik menjadi 1/2 dari intensitas semula diperlukan perisai radiasi setebal 1 HVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/4 atau (1/2)2 dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 2 HVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/8 atau (1/2)3dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 3 HVT dan seterusnya.
Seringkali dalam pemanfaatan perisai radiasi juga digunakan nilai tebal sepersepuluh atau tenth value thickness(TVT), yaitu tebal bahan perisai yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik menjadi 1/10 dari intensitas semula. Sebagaimana konsep HVT, konsep TVT ini juga dimaksudkan untuk menghitung secara cepat tebal perisai radiasi yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi hingga level tertentu. Bedanya degan HVT adalah bahwa dengan TVT ini intensitas radiasinya berkurang dengan kelipatan 1/10. Misal untuk mengurangi intensitas radiasi elektromagnetik menjadi 1/10 dari intensitas semula diperlukan perisai radiasi setebal 1 TVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/100 atau (1/10)2 dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 2 TVT, untuk mengurangi intensitas menjadi 1/1000 atau (1/10)3 dari intensitas semula diperlukan perisai setebal 3 TVT dan seterusnya.
Sebagaimana nilai HVT, nilai TVT suatu bahan perisai juga dapat ditentukan melalui penurunan persamaan (5-1) sebagai berikut :
I = Io e-mx
Jika x = TVT maka I = 1/10 Io, sehingga persamaan di atas menjadi :
1/10 Io = Io e-m.TVT
1/10 = e-m.TVT atau ln 1/10 = -m. TVT
Berkenaan dengan konsep HVT ini maka penurunan intensitas radiasi elektromagnetik dapat pula dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
I = Io (1/2)n
dengan n = x /HVT. Sedang untuk TVT perumusannya adalah :
I = Io (1/10)m
dengan m = x /TVT
Pelemahan radiasi elektromagnetik secara kuantitatif berbeda dengan pelemahan sinar beta. Sinar beta mempunyai jangkauan tertentu dan energinya dapat diserap seluruhnya oleh medium yang dilaluinya. Sedang radiasi elektromagnetik hanya dapat dikurangi intensitasnya bila perisai untuk radiasi ini dipertebal. Kemampuan bahan perisai dalam menyerap radiasi elektromagnetik ditentukan oleh nilai mbahan tersebut. Semakin tinggi nomor atom bahan semakin besar nilai m-nya, sehingga semakin baik dipakai sebagai bahan perisai untuk radiasi elektromagnetik. Bahan yang umum dipakai untuk perisai radiasi elektromagnetik ini adalah timbal, tembaga, beton dan lain-lain. Demikian postingan tentang Radiasi maaf apabila pengeditan ada yang kurang berkenan... Terima kasih Untuk Kunjungannya ... Salam Kerja Sama ( Sibuea Mark Quark Gluon Tao..


0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More