Maria G. Mayer si Superwoman |
Hanya ada dua orang wanita di dunia yang pernah mendapatkan penghargaan Nobel Fisika (wah dikit amat..). Salah satu dari kedua
Super Women ini adalah wanita kelahiran Kattowitz pada tanggal 28 Juli 1906,
Maria Goeppert-Mayer, yang mendapatkan Nobel Fisika pada tahun 1963 bersama
Johannes Hans Daniel Jensen dan Eugene Paul Wigner. Maria yang merupakan putri tunggal Friedrich Goeppert dan Maria
Wolf menghabiskan masa mudanya di Göttingen, tempat ayahnya bekerja.
Friedrich Goeppert merupakan generasi keenam dalam keluarga yang berhasil
menjadi profesor (di bidang kedokteran anak) di universitas. Eh tahu
nggak, si Maria ini sangat bangga dengan prestasi ayah dan keluarganya, sehingga ia
terdorong untuk meneruskan tradisi itu. Walau tidak banyak mendapat dukungan dari
pemerintah (karena ia wanita), Maria tetap ngotot. Kengototannya itu
membuahkan hasil juga, Maria berhasil lulus abitur (ujian masuk universitas) dan
diterima di jurusan matematika University of Göttingen.
Mulailah petualangan Maria di Georgia Augusta University atau
lebih dikenal sebagai University of Göttingen yang sedang berada pada
masa kejayaannya. Göttingen kala itu merupakan pusat perkembangan dan
penelitian fisika. Banyak gembong-gembong fisika mengajar disana termasuk
para pemenang Nobel Fisika Max Born, Paul A. M. Dirac, Enrico Fermi,
Werner Heisenberg, John von Neumann, J. Robert Oppenheimer, Wolfgang
Pauli, Leo Szilard, Edward Teller, dan Victor Weisskopf. Pengajaran mereka
sangat dinikmati oleh Maria selama masa studinya di sana. Ia bahkan
sempat bertemu dengan Ernest Rutherford yang waktu itu dianggap salah satu “dewa”
fisika. Pengaruh dari ayahnya dan para ilmuwan hebat ini mendorong Maria
untuk menjadi seorang wanita yang bukan hanya berfungsi sebagai isteri
dan ibu rumah
tangga. Satu tekadnya yang paling kuat adalah: ‘I was not going
to be just a woman’. Wow… Suatu keinginan yang
sangat tidak biasa bagi para wanita di masa itu! Maria Goeppert-Mayer bercita-cita untuk menjadi ahli
matematika! Tetapi ketertarikannya pada matematika ternyata tidak berlangsung
lama karena di tahun pertamanya di Göttingen Maria justru melirik
bidang lain yang menggoda rasa ingin tahunya: Fisika! Orang yang paling bertanggung
jawab atas ‘penyelewengan’nya dari matematika ini adalah Max Born, pemenang
Nobel Fisika tahun 1954. Sejak Born mengundangnya menghadiri seminar
fisikanya, Maria seakan ditarik oleh magnet kuat untuk menikmati fisika. Maka
dimulailah proses pembentukan seorang fisikawan wanita muda yang jenius.
Menurut Maria "Mathematics began to seem too much like puzzle solving.
Physics is puzzle solving, too, but of puzzles created by nature, not by the mind of
man."
Pada tahun 1930, Maria – The Beauty of Göttingen – berhasil
menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar Ph.D di bidang fisika di usia 24 tahun. Suatu
prestasi yang menakjubkan! (woow luar biasa sekalee...) Pada tahun yang sama Maria menikah dengan Joseph Edward Mayer, seorang pemuda Amerika yang datang ke Göttingen untuk belajar
kimia. Joe dan Maria, pasangan ilmuwan muda yang romantis, kemudian tinggal di Baltimore, Maryland, tempat Joe mendapatkan posisi sebagai Profesor Kimia di
Johns Hopkins University. Dr. Goeppert-Mayer muda yang sangat pandai
seharusnya bisa mendapatkan jabatan yang bagus pula di tempat yang sama,
tetapi di masa itu segalanya tidak pernah semudah itu bagi seorang wanita. Peraturan
ketat tentang nepotisme menghalanginya untuk mendapatkan pekerjaan di tempat
yang sama dengan sang suami. Johns Hopkins University tidak mempekerjakan ‘isteri seorang profesor’. Tetapi si Super Woman Goeppert-Mayer
tidak menyerah begitu saja. Ia kemudian bekerja secara sukarela dan tanpa bayaran
sebagai ahli fisika-kimia, di Johns Hopkins University hanya demi memuaskan
kecintaannya terhadap fisika. Hal yang sama terjadi ketika keluarga Mayer tahun
1939 pindah ke New York untuk mengikuti Joe yang mendapatkan pekerjaan baru di
Columbia University. Maria kembali bekerja tanpa bayaran karena adanya
peraturan nepotisme di Columbia University ini.
Pada tahun 1946 pasangan Mayer bersama dua anaknya, Maria Ann dan Peter Conrad, pindah ke Chicago dan Maria akhirnya menemukan
tempat pertama yang menerimanya dengan tangan terbuka. Institute of Nuclear
Physics mengangkatnya menjadi Profesor Fisika dan Argonne National
Laboratory University of Chicago menjadikannya fisikawan senior di divisi
fisika teori. Argonne National Laboratory merupakan tempat Maria menghasilkan
karya terbesarnya dalam bidang fisika nuklir, yaitu model kulit pada
inti atom (nuclear shell model) yang pada akhirnya
menganugerahinya Nobel Fisika. Model yang dijuluki ‘Madonna of the Onion’ oleh Wolfgang Pauli ini
bukan datang dari langit. Maria bekerja keras untuk mendapatkan model-model ini, ia
mencoba membuat model dari yang paling sederhana hingga yang paling gila.
Menurut Maria "For a long time I have considered even the
craziest ideas about atom nucleus... and suddenly I discovered the truth." (gile nggak tuh ngototnya...).
Dengan modelnya ini, Maria dapat menjelaskan kenapa inti suatu
atom yang satu lebih stabil dibandingkan dengan inti atom yang lain. Ia juga
mampu menjelaskan mengapa beberapa unsur mempunyai banyak isotop.
Maria Goeppert-Mayer telah berhasil mendobrak tradisi pemenang
Nobel Fisika yang didominasi oleh kaum pria. Ia pun melanjutkan
perjuangannya dengan berbagai usaha untuk membangkitkan semangat ilmuwan wanita agar
semakin berani untuk menghadapi dunia yang didominasi pria ini. Nah, siapa
mau
menyusul superwoman ini?? (Yohanes Surya)
0 komentar:
Posting Komentar