Chat In Sibuea Blog

SENI DAN INSPIRASI


http://reddragondesigns.net/
Hover Effects

HUJAN SALJU

MY FAMILY

Alm.R.SIBUEA (Father)WITH J.br.MARPAUNG (Mother) Anak 1.E.ROHANI T SIBUEA 2.HIRAS P.M.SIBUEA 3.LUNGGUK Y.SIBUEA 4.DESI P.SIBUEA 5.TEDDY P.M.SIBUEA 6.NOVITA S.SIBUEA 7.LEDY C SIBUEA 8.GOMGOM ALEXSANDRO SIBUEA

Kamis, 12 September 2013

"Maria G. Mayer si Superwoman ke-II Peraih Nobel Fisika "

Maria G. Mayer si Superwoman
Hanya ada dua orang wanita di dunia yang pernah mendapatkan penghargaan Nobel Fisika (wah dikit amat..). Salah satu dari kedua Super Women ini adalah wanita kelahiran Kattowitz pada tanggal 28 Juli 1906, Maria Goeppert-Mayer, yang mendapatkan Nobel Fisika pada tahun 1963 bersama Johannes Hans Daniel Jensen dan Eugene Paul Wigner. Maria yang merupakan putri tunggal Friedrich Goeppert dan Maria Wolf menghabiskan masa mudanya di Göttingen, tempat ayahnya bekerja. Friedrich Goeppert merupakan generasi keenam dalam keluarga yang berhasil menjadi profesor (di bidang kedokteran anak) di universitas. Eh tahu nggak, si Maria ini sangat bangga dengan prestasi ayah dan keluarganya, sehingga ia terdorong untuk meneruskan tradisi itu. Walau tidak banyak mendapat dukungan dari pemerintah (karena ia wanita), Maria tetap ngotot. Kengototannya itu membuahkan hasil juga, Maria berhasil lulus abitur (ujian masuk universitas) dan diterima di jurusan matematika University of Göttingen.

Mulailah petualangan Maria di Georgia Augusta University atau lebih dikenal sebagai University of Göttingen yang sedang berada pada masa kejayaannya. Göttingen kala itu merupakan pusat perkembangan dan penelitian fisika. Banyak gembong-gembong fisika mengajar disana termasuk para pemenang Nobel Fisika Max Born, Paul A. M. Dirac, Enrico Fermi, Werner Heisenberg, John von Neumann, J. Robert Oppenheimer, Wolfgang Pauli, Leo Szilard, Edward Teller, dan Victor Weisskopf. Pengajaran mereka sangat dinikmati oleh Maria selama masa studinya di sana. Ia bahkan sempat bertemu dengan Ernest Rutherford yang waktu itu dianggap salah satu “dewa” fisika. Pengaruh dari ayahnya dan para ilmuwan hebat ini mendorong Maria untuk menjadi seorang wanita yang bukan hanya berfungsi sebagai isteri dan ibu rumah
tangga. Satu tekadnya yang paling kuat adalah: ‘I was not going to be just a woman’. Wow… Suatu keinginan yang sangat tidak biasa bagi para wanita di masa itu! Maria Goeppert-Mayer bercita-cita untuk menjadi ahli matematika! Tetapi ketertarikannya pada matematika ternyata tidak berlangsung lama karena di tahun pertamanya di Göttingen Maria justru melirik bidang lain yang menggoda rasa ingin tahunya: Fisika! Orang yang paling bertanggung jawab atas ‘penyelewengan’nya dari matematika ini adalah Max Born, pemenang Nobel Fisika tahun 1954. Sejak Born mengundangnya menghadiri seminar fisikanya, Maria seakan ditarik oleh magnet kuat untuk menikmati fisika. Maka dimulailah proses pembentukan seorang fisikawan wanita muda yang jenius. Menurut Maria "Mathematics began to seem too much like puzzle solving. Physics is puzzle solving, too, but of puzzles created by nature, not by the mind of man." 

Pada tahun 1930, Maria – The Beauty of Göttingen – berhasil menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar Ph.D di bidang fisika di usia 24 tahun. Suatu prestasi yang menakjubkan! (woow luar biasa sekalee...) Pada tahun yang sama Maria menikah dengan Joseph Edward Mayer, seorang pemuda Amerika yang datang ke Göttingen untuk belajar kimia. Joe dan Maria, pasangan ilmuwan muda yang romantis, kemudian tinggal di Baltimore, Maryland, tempat Joe mendapatkan posisi sebagai Profesor Kimia di Johns Hopkins University. Dr. Goeppert-Mayer muda yang sangat pandai seharusnya bisa mendapatkan jabatan yang bagus pula di tempat yang sama, tetapi di masa itu segalanya tidak pernah semudah itu bagi seorang wanita. Peraturan ketat tentang nepotisme menghalanginya untuk mendapatkan pekerjaan di tempat yang sama dengan sang suami. Johns Hopkins University tidak mempekerjakan ‘isteri seorang profesor’. Tetapi si Super Woman Goeppert-Mayer tidak menyerah begitu saja. Ia kemudian bekerja secara sukarela dan tanpa bayaran sebagai ahli fisika-kimia, di Johns Hopkins University hanya demi memuaskan kecintaannya terhadap fisika. Hal yang sama terjadi ketika keluarga Mayer tahun 1939 pindah ke New York untuk mengikuti Joe yang mendapatkan pekerjaan baru di Columbia University. Maria kembali bekerja tanpa bayaran karena adanya peraturan nepotisme di Columbia University ini.

Pada tahun 1946 pasangan Mayer bersama dua anaknya, Maria Ann dan Peter Conrad, pindah ke Chicago dan Maria akhirnya menemukan tempat pertama yang menerimanya dengan tangan terbuka. Institute of Nuclear Physics mengangkatnya menjadi Profesor Fisika dan Argonne National Laboratory University of Chicago menjadikannya fisikawan senior di divisi fisika teori. Argonne National Laboratory merupakan tempat Maria menghasilkan karya terbesarnya dalam bidang fisika nuklir, yaitu model kulit pada inti atom (nuclear shell model) yang pada akhirnya menganugerahinya Nobel Fisika. Model yang dijuluki ‘Madonna of the Onion’ oleh Wolfgang Pauli ini bukan datang dari  langit. Maria bekerja keras untuk mendapatkan model-model ini, ia mencoba membuat model dari yang paling sederhana hingga yang paling gila. Menurut Maria "For a long time I have considered even the craziest ideas about atom nucleus... and suddenly I discovered the truth." (gile nggak tuh ngototnya...).

Dengan modelnya ini, Maria dapat menjelaskan kenapa inti suatu atom yang satu lebih stabil dibandingkan dengan inti atom yang lain. Ia juga mampu menjelaskan mengapa beberapa unsur mempunyai banyak isotop.
Maria Goeppert-Mayer telah berhasil mendobrak tradisi pemenang Nobel Fisika yang didominasi oleh kaum pria. Ia pun melanjutkan perjuangannya dengan berbagai usaha untuk membangkitkan semangat ilmuwan wanita agar semakin berani untuk menghadapi dunia yang didominasi pria ini. Nah, siapa mau

menyusul superwoman ini?? (Yohanes Surya)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More